Kamis, 28 Februari 2013

Kita dan Budaya di Era Globalisasi



          Sebelum kita masuk ke inti judul besar diatas, ada baiknya kita mengetahui dulu apa itu globalisasi. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu.
          Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting dalam kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dan difilterisasi dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
          Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
          Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.  
          Nah, setelah kita tahu apa itu globalisasi, barulah kita ketahui akibat – akibat dari globaliasi ini dalam bidang kebudayaan, terutama di Indonesia. Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.  Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. 
          Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita akibat dari berkembang pesatnya teknologi modern, namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalahyang paling penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan Negara – Negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti budaya dan kesenian kita.
          Kecanggihan teknologi sekarang ini, membuat generasi bangsa kita lebih mudah mengakses informasi seluruh dunia dengan sangat cepat. Dengan informasi yang didapatkan, tentu saja membuat generasi bangsa kita ingin mencoba dan mencoba hal – hal baru yang mereka temukan. Karena percobaan inilah akhirnya mereka mulai meninggalkan aspek – aspek nasionalisme dan lebih memilih budaya luar ketimbang budaya sendiri yang mereka anggap kuno dan ketinggalan zaman.
          Tidak perlu jauh – jauh, tarian – tarian daerah saja kini sudah mulai hilang dimakan zaman, tidak adanya lagi ketertarikan terhadap seni yang konvensional ini. Gerakan – gerakan itu sudah dimodifikasi oleh generasi bangsa dengan gerakan – gerakan internasional seperti breakdance, hip hop, tango, elektro dan banyak lagi macam gerakan yang lain.
          Tidak adanya penerus turun temurun dari pemegang tarian ini mungkin saja merupakan salah satu penyebab hilangnya kesenian bangsa Indonesia. Dampaknya, bukan saja hilang, yang lebih parah, kesenian kita diakui oleh Negara tetangga yang minim dengan budaya. Ketika itu terjadi, baru kita bangkit dan berkoar – koar tidak jelas ingin merebut kembali kesenian itu, padahal, kitanya sendiri yang mengabaikan kesenian itu. Indonesia memang munafik dan banyak omongnya saja.
          Kesenian Indonesia, jika kita lestarikan, tentu membuat Indonesia menjadi Negara yang masih menghargai budayanya dan akan diakui di mata dunia. Dampak dari penyempitan dunia ini memang sangatlah ironis jika kita tidak mampu menyaring dan memilah baik buruknya globalisasi ini.
          Namun, ada beberapa oknum dari Indonesia yang mampu membuat suatu inovasi baru dalam berkarya dan tidak menghilangkan unsure intrinsik budaya Indonesia itu. Contoh, tarian – tarian yang di kontemporerkan dengan tarian barat, yang mana hasilnya membuat suatu ketertarikan sendiri dimata generasi muda sekarang ini. Walaupun tidak banyak, tetapi apabila dilakukan bersama – sama dan dikembangkan terus, tentu pastinya akan berdampak baik dari pada hilang sama sekali.
          Dalam keadaan seperti ini, pihak dari Indonesia dan pihak dari luar tentu saling mempengaruhi, tergantung dari pihak yang dipengaruhinya saja bagaimana untuk menerima pengaruh – pengaruh yang ada hingga menjadi satu kesatuan yang dapat memajukan dirinya sendiri.
          Sebenarnya proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok – kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
          Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan  masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat  terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal – hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita.
          Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya.  Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya.  Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.  Namun, dimasa sekarang ini, budaya itu sama halnya dengan teori evolusi Darwin, terseleksi oleh alam.
          Entah seperti apa perekembangan budaya di Indonesia beberapa tahun kelak, apakah akan didominasi kembali oleh budaya barat? Benarkah kita masih dijajah? Ya, benar. Kita masih dijajah dengan cara yang berbeda, bias dikatakan pihak barat melakukan eksploitasi nilai besar – besaran dengan perkembangan media.
          Misalnya saja  khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan lain – lain, melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian – kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa Negara – Negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara berkembang.
          Lalu bagaimanakah cara kita mengantisipasinya? Adakah sudah tindakan kita? Dikatakan sudah, tidak juga, dikatakan belum juga tidak. Namun, daripada itu semua, ada baiknya mulai dari sekarang kita memanfaatkan globalisasi ini sebagai ajang memacu pendidikan kita.
          Jadi, dasarnya adalah pendidikan, dengan pendidikan yang serba lengkap dan ada seperti sekarang ini tentu akan membuat kita semakin maju dan akhirnya dapat menemukan suatu inovasi baru dalam menanggapi situasi transkultural sekarang ini. Jika kita memang dijajah, tentu kita harus melawan balik. Gunakan senjata – senjata yang mereka berikan kepada kita. Dari sinilah kita dapat membuktikan kalau kita benar – benar ingin merdeka dari campur tangan bangsa asing.
          Selama ini kita banyak meminta bantuan pihak luar untuk mengelola Negara kita. Apakah kebudayaan seperti ini harus tetap berlanjut, minyak kita dikuasai pihak asing, dan perusahaan swasta besar lainnya pun juga dikuasi oleh pihak asing, dan kita adalah pekerjanya, bukan kita yang memegangnya. Sudah saatnya kita berpikir maju, berpikir bukan untuk ego kita sendiri, tapi kebersamaan kita yang ada. Bhineka Tunggal Ika, ya, kata itu harus kita buat bermakna dan memang benar – benar berbeda tetapi tetap satu.
          Budaya kita adalah kebersamaan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Tidak ada lagi korupsi tidak ada lagi permainan – permainan licik yang membudaya di bumi Indonesia kita. Kita mungkin dijajah oleh pihak asing yang meninggalkan budaya bejat tersebut. Namun, kita ini bangsa Indonesia bukan bangsa lain. Kita dilahirkan dengan keramahan, keadilan dan perbedaan yang menyatu. Bukan praktik adu domba, dan KKN serta aksi saling menjatuhkan. Itu budaya kita, itu sifat kita, tapi kenapa kita lebih cenderung seperti bangsa lain.
          Dunia memandang kita sebagai bangsa yang hebat, terpisahkan oleh lautan, namun tetap bersatu dengan kebudayaan yang ada. Ironisnya, sekarang ini kita seperti terpengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan kita saling acuh tak acuh, mengabaikan dan terabaikan.
          Kesenian – kesenian yang indah milik kita, hilang. Dirampas dan punah karena kita sendiri. Eksistensi atau keberadaan kesenian rakyat berada pada titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan-tekanan baik dari pengaruh luar maupun dari dalam.  Tekanan dari pengaruh luar terhadap kesenian rakyat ini dapat dilihat dari pengaruh berbagai karya – karya kesenian populer dan juga karya – karya kesenian yang lebih modern lagi yang dikenal dengan budaya pop.  Kesenian – kesenian populer tersebut lebih mempunyai keleluasan dan kemudahan – kemudahan dalam berbagai komunikasi baik secara alamiah maupun teknologi, sehingga hal ini memberikan pengaruh terhadap masyarakat.  Selain itu, aparat pemerintah nampaknya lebih mengutamakan atau memprioritaskan segi keuntungan ekonomi (bisnis) ketimbang segi budayanya, sehingga kesenian rakyat semakin tertekan lagi.  
          Segi komersialisasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah ini tentu saja didasarkan atas pemikiran yang pragmatis dan cenderung mengikuti perkembangan – perkembangan dan perubahan – perubahan yang ada.  Dengan demikian, pengaruh ini jelas – jelas mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan dan kreativitas kesenian rakyat itu sendiri. Di pihak lain, adanya masyarakat yang masih setia kepada tradisinya perlahan – lahan mengikuti perkembangan pembangunan. 
          Kebanyakan hal tersebut (kesenian tradisional) ini tidak dapat bangun lagi karena kerasnya daya saing dengan kesenian-kesenian yang sangat modern.  Sementara itu, pemerintah hampir tidak peduli lagi dengan keadaan kesenian tradisional di daerah.  Hal ini, bisa saja  disebabkan  oleh adanya asumsi – asumsi yang dikaitkan dengan  konsep – konsep dasar pembangunan di bidang kesenian yang penekanannya dan intinya melestarikan dan mengembangkan kesenian yang bertaraf dengan kecenderungan universal.  Sehingga, kesenian-kesenian yang ada sekarang ini dapat dianggap tidak sesuai dengan objek – objek dan  tujuan dari pembangunan yang sedang dijalankannya ini.  Dengan kata lain, bahwa keaslian dari suatu kesenian dipandang belum dapat dibanggakan sebagai bukti keberhasilan suatu pembangunan di daerahnya.
          Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya, menurut pendapat saya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini, arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi.  Melihat kecenderungan tersebut, maka saya pribadi melihat aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol – simbol pembangunan.
          Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. 
          Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. 
          Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan.  Untuk mengantisipasi hal – hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian – kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. 
          Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus melakoni dengan benar – benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan – kebijakan politik.
          Beranjak dari itu semua, kita tahu, yang pertama kali harus mengantisipasinya adalah diri kita sendiri. Kita lakukan penyaringan  dan pelestarian budaya itu sendiri, walaupun terabaikan tetapi jika ditekuni terus menerus pasti ada pengaruh bagi generasi yang sudah “terinfeksi” untuk kembali kepada pangkuan bumi pertiwi ini. Merdeka Indoenesiaku, sudah saatnya kita bangun dan mencuci wajah kita untuk menata kembali kampung halaman kita ini.

Rabu, 27 Juni 2012

Cerita Tentang Kematian


Teman, aku punya sebuah kisah tentang kematian. Kematian itu pasti akan datang kepada setiap manusia tanpa terkecuali. Diriwayatkan dalam sebuah kisah, ada seorang pemuda yang hidup di zaman Nabi Sulaiman A.S., ia beraktivitas dengan biasanya pada hari itu, namun ada yang aneh pada suasana hari itu. Setiap ia melangkah, selalu ada seseorang dibelakangnya yang mengikutinya. Kemanapun lelaki itu pergi selalu diikuti oleh orang itu. Akhirnya, lelaki itu pun menjadi takut dan khawatir, ia segera berlari kerumah Nabi Sulaiman dan memberitahunya, "Ya Sulaiman, tolong aku, tolong aku!", "Kenapa wahai pemuda?", jawab Nabi Sulaiman, "Ada orang yang selalu mengikutiku dari tadi pagi, wahai Sulaiman", "Dimana orangnya?", tanya nabi, "Disitu!", sambil menunjuk kearah pintu masuk rumah Nabi Sulaiman A.S., "Ooh, itu namanya Izrail, Malaikat Pencabut Nyawa", pemuda itu langsung terkejut, tubuhnya menggigil, keringat dingin keluar dengan deras dari tubuhnya, "Tolong aku Sulaiman, tolong aku! Aku tidak mau mati sekarang, Sulaiman", pinta lelaki itu ketakutan, "Apa yang kau ingin aku lakukan, wahai pemuda?", "Bawa aku dengan kendaraan anginmu kesuatu pulau terpencil yang tidak ada penghuninya agar malaikat maut itu tidak bisa menemukanku", "Baiklah, jika itu yang kau inginkan", Nabi Sulaiman pun mulai berdoa kepada Allah SWT dan atas seizinnya, muncullah angin dan langsung membawa pemuda itu kesuatu pulau terpencil di dunia ini yang belum ada penghuninya.

Sesampainya dipulau itu pada sore hari, perasaan pemuda itu pun mulai tenang, ia merasa bahwa malaikat maut itu tidak akan pernah menemukannya di tempat terpencil seperti ini. Dan ketika ia berbalik "Aaaa", bukan main pemuda itu terkejut, Malaikat Pencabut Nyawa telah berdiri dihadapannya tanpa sepengetahuannya, "Kenapa kau bisa menemukanku?", tanya pemuda itu dengan wajah ketakutan, "Apa yang kau inginkan, wahai malaikat?" tanya pemuda itu lagi, "Tunggu sebentar, bagaimana bisa kau sampai disini, padahal tadi pagi aku melihatmu masih dirumah, dan menurutku untuk sampai disini kau akan memerlukan waktu yang lama. Aku disini hanya memenuhi tugasku wahai pemuda, aku melihat jadwal pencabutan nyawa dan ku lihat namamu tercantum disini, disini dikatakan bahwa Bahwa Kau Akan Mati Pada Hari Ini, Tepatnya di Sore Hari, Di Sebuah Pulau Terpencil Di Dunia Ini".

Ternyata, pemuda itu mengantarkan dirinya sendiri kepada kematian, tidak lama setelah itu, malaikat itupun mencabut nyawanya.

Nah, Teman, apa yang dapat kita simpulkan dari cerita itu, teman. Ingatlah, kematian pasti akan datang menjemputmu tanpa bisa kau duga, kematianmu tidak dapat kau prediksikan, maka dari pada itu teman, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk mati, sudahkah kita menyiapkan bekal pada kematian kita? Teman, kematian yang indah itu, adalah kematian ketika dalam hidup kita, kita dekat dengan Tuhan, dan kematian yang sakit itu teman, kematian dimana selama hidup kita jauh dari Tuhan. Chose Your Choice!